Iqbal Dwi Kurniawan, seorang bayi berumur 15 bulan tergelatk di bangsal Sadewa No 2B RS Kasih Ibu Purwosari, Laweyan, Solo sembari meminum susu formula, Rabu, 17 September 2014. |
Tri Rahayu
Puluhan sendal
tercecer di depan pintu bangsal kelas III Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu Purwosari,
Laweyan, Solo, Rabu, 17 Sepetmber 2014 sore. Enam tempat tidur berjajar di
ruang yang menghadap ke selatan itu. Enam bocah tergeletak di enam amben besi
itu. Mereka ada yang tertidur dan ada pula yang bercengkrama dengan orang
tuanya sembari berbaring.
Dari enam
tempat tidur di bangsal Sadewa itu terdapat satu pasien yang masih bayi. Iqbal
Dwi Kurniawan, demikian nama bocah yang baru membuka mata sejak 15 bulan lalu.
Kulitnya yang halus tak terlihat pada anak kedua pasangan Dedy Supriyono, 31,
dan Indah Purnamasari, 22, warga Kampung Purwosari RT 001/RW 012, Purwosari,
Laweyan.
Hampir 70%
kulit bayi laki-laki itu terkelupas memerah karena bekas luka. Beberapa bagian
terlihat bekas luka yang mengering berwarna coklat kehitam-hitaman, terutama di
bagian kening dan dadanya. Di bagian leher bocah itu juga terdapat luka yang
masih basah akibat gatal-gatal. Di bagian pantat sampai ujung kaki pun tak
terkecuali. Bahkan kuku di 10 jari kakinya tak ada. Jari-jari kaki itu seperti
menyatu.
Kedua tangan
dan kaki cukup gesit bergerak. Ia tak henti-hentinya memandang ibunya yang
memegangi botol susu formula. Susu itu terus diminumnya. Sesekali terdengar
suara batuk dari Iqbal yang kelebihan meminum susu putih itu. “Susu formula
seberat 1 kg habis selama kurang dari sepekan. Susu itulah sumber energinya
karena tidak mau makan,” kata Dedy saat ditemui, Rabu sore.
Selang infus
masih menempel di tangan kirinya. Namun ada selang lain yang dimasukkan ke
lubang hidungnya. Selang itu berfungsi membantu Iqbal untuk minum ketika ia tak
bisa minum di malam hari karena kondisi lidahnya yang sakit. Sebuah bulatan
kecil berwarna merah tua bersarang di ujung lidahnya. Bulatan itu bisa tumbuh
sampai sebesar ujung jari telunjuk orang dewasa. “Saat itulah, Iqbal tak mau
makan dan minum. Hanya nangis.
Apalagi saat gatal menyerang tubuhnya, tangisnya tak mau henti dan tangannya
terus menggaruk,” kisah Dedy.
Sudah dua
pekan, Iqbal dirawat di RS itu. Iqbal sempat masuk Intensive Care Unit (ICU) selama lima hari terhitung sejak masuk
RS, Sabtu, 6 September 2014 lalu. Baru Kamis, 11 September 2014, Iqbal pindah
ke bangsal Sadewa. “Kondisi Iqbal saat masuk RS ini yang paling parah. Bagian
paha dan lengannya membesar disertai demam yang tak kunjung turun. Iqbal sempat
transfusi darah selama di ICU itu. Kami sudah tujuh kali membawa Iqbal keluar
masuk RS ini,” terang Dedy.
Dokter
spesialis anak RS setempat mendiagnosa Iqbal mengalami gangguan sistem
kekebalan tubuh. Sedangkan dokter spesialis kulit mendiagnosa penyakit Iqbal
disebabkan oleh bakteri air. Penyakit itu diderita bocah tak berdosa itu sejak
lahir. Saat umur 2,5 bulan, Iqbal sempat masuk RS Dr Moewardi. Dua pekan
kemudian, sempat masuk di RS Panti Waluyo. “Karena tak ada perkembangan,
akhirnya kami bawa ke RS Kasih Ibu saja yang paling dekat dengan rumah,” tambah
Indah, istri Dedy.
Selama dua
pekan di RS Kasih Ibu, Dedy dan Indah belum bisa membayar biaya perawatan
anaknya. Fasilitas kartu Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) silver tak mampu mengkaver semua
biayanya. Penghasilan sebagai kuli bangunan pun tak mampu menutup total biaya
yang mencapai Rp12,5 juta.
“Setelah
dikurangi fasilitas dari PKMS, kami harus membayar lagi Rp7,5 juta. Uang
sebanyak itu darimana? Semua barang berharga, seperti kalung, HP, televisi
sudah terjual semua. Untuk makan sehari-hari saja, hanya mengandalkan bantuan
orang tua. Kami berharap ada dermawan yang sudi membantu kami,” harapnya.
*Karya Jurnalistik ini dimuat
dalam Harian Solopos, Kami, 18
September 2014.
0 komentar:
Posting Komentar