Sabtu, 20 September 2014

Semangat Samanhoedi Jadi Pijakan Prototipe Museum Kawasan di Kampung Batik Laweyan

Keluarga Pahlawan Nasional KH Samanhoedi tinggal bersebelahan dengan rumah Alpha Febela Priyatmono di Kampung Batik Laweyan, Solo, Sabtu, 6 September 2014. Para cucu Samanhoedi itu mendukung upaya pembuatan konsep museum kawasan.

Tri Rahayu
Puluhan cap batik berbagai motif tua ditata berjajar di meja kecil panjang setingi 30 sentimeter. Cap-cap batik itu sengaja dikumpulkan pemilik merek Batik Mahkota untuk menunjukkan sejarah perjalanan Batik Mahkota yang lahir 1956. Berbagai lukisan para pendiri dipajang pada dinding kayu ruang sederhana berlantai kayu di lantai II milik keluarga Alpha Febela Priyatmono. Bukan hanya itu koleksi setrika kuno, mesin ketik manual, lemari lawas, hingga tanggalan buatan 1955 dan 1964 juga tersedia.
Alpha sengaja mendesain ruang berukuran 24 meter persegi itu menjadi sebuah museum pribadi. Ia menemukan lukisan misterius yang tidak diketahui identitasnya. Lukisan perempuan bule yang duduk di kursi dengan mengenakan pakaian jarit ala priyayi Laweyan. Benda-benda lawas itu hanya sebagian kecil koleksi yang baru tertata. Masih banyak koleksi barang lawas lain di gudang bawah. Semua barang itu diperoleh dari keluarga.
Museum rumah milik Alpha merupakan salah satu prototipe museum kawasan yang kini mulai dikembangkan tiga juragan batik di Kampung Batik Laweyan, Solo. Selain Alpha, dua juragan batik lainnya ialah Iwan yang biasanya di Batik Puspa Kencana dan Gunawan dari Batik Putra Laweyan. Mereka berdiskusi secara intensif untuk mematangkan konsep itu.
“Kami masih mengumpulkan barang-barang yang sudah ada. Barang-barang itu nanti ditata menjadi museum. Rumah-rumah itu nanti menjadi ruang-ruang dalam museum berskala kawasan. Rumah-rumah itu juga terhubung antara satu dengan lainnya. Orang bisa mendapatkan segala informasi tentang rumah itu, mulai sejarahnya, koleksinya, dan produksinya,” ujar Alpha saat ditemui di kediamannya, Sabtu, 6 September 2014 siang.
Konsep museum kawasan menjadi alternatif pengembangan pariwisata di Kampung Batik Laweyan Solo. Alpha yang juga Ketua Forum Kampung Batik Laweyan merasa kesulitan mencari dan menelusuri artefak-artefak K.H. Samanhoedi. Keterbatasan untuk mengumpulkan artefak itulah membuat Alpha mencoba mengangkat semangat Samanhoedi sebagai sebuah konsep museum kawasan.
“Nanti setiap pintu rumah saudagar batik di Laweyan akan dipasang penjelasan singkat tentang sejarah K.H. Samanhoedi. Konsepnya ya Laweyan secara keseluruhan wilayah itulah museumnya dan rumah-rumah yang ada jadi ruang-ruang museum,” tambahnya.
Temuan terakhir tentang artefak Samanhoedi di Laweyan berupa coretan tangan di dinding tentang protes Samanhoedi terhadap pemerintahan dan kondisi masyarakat kala itu. Coretan itu sempat ditemukan salah satu cucu Samanhoedi, Rahmanto Warto Wiryono, 70, yang tinggal bersebelahan dengan rumah Alpha. Sayang coretan itu ternyata sudah tertutup cat sehingga tidak bisa dilihat lagi.
Di rumah cukup besar itu tak hanya dihuni Rahmanto, tetapi juga dihuni dua cucu Samanhoedi lain dari anak kelima Samanhoedi, yakni Wafiah Citro Hartono. Kedua cucu yang sudah lanjut usia itu terdiri atas Widarti Priyohartono, 85, dan Widarni Priyohartono, 81. Masih ada satu cucu lagi yang juga mantan prajurit Tentara Pelajar yang tinggal di Perumahan Gentan, Sukoharjo, Suprapto.
Matur sembah nuwun [terima kasih banyak], pemerintah masih nguri-uri [melestarikan] nama eyang Samanhoedi. Selama hidupnya tak pernah bercerita banyak. Pesannya kepada cucu-cucu pun hanya satu kalau menjadi pemimpin harus ramah, aja adigang-adigung, kudu jujur, temen, lan sing sabar [jangan sewenang-wenang, harus jujur, ulet, dan yang sabar],” ujar Widarti, saat dijumpai, Sabtu.

*Artikel ini dimuat dalam Harian Solopos, Selasa, 9 September 2014

0 komentar:

Posting Komentar