Minggu, 12 Oktober 2014

JURNALISME: Fakta Tersembunyi di Balik Laporan Wartawan


Setiap wartawan disarankan untuk membaca buku karya David S. Broder, seorang wartawan senior Washington Post pada 1980-an. Catatan Broder dituangkan dalam buku Behind The Front Page, A Candid Look at How the News is Made yang diterbitkan 1987. Karya itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Berita di Balik Berita, Analisis Mendalam di Belakang Layar Bagaimana Jadinya Laporan Jurnalistik pada lebih dari 10 tahun berikutnya.
Siapa pun yang membaca karya itu akan mendapatkan gambaran tentang peraturangan politik untuk duduk di singgasana Gedung Putih dari satu periode ke periode. Pernik-pernik kampanye hitam dikupas dengan bahasa jurnalistik yang apik dan mengalir. Broder mengisahkan tentang perjuangan Senator Edmund D. Muskie ketika menjadi calon presiden Amerika Serikat (AS) pada 1972. Tuduhan dusta yang dilancarkan penerbit William Loeb membuat Muskie beraksi di tengah lebatnya hujan salju di Kota New Hampshire, Manchester. Ia mencoba mencari benang merah atas aksi dramatis Muskie yang sampai mengeluarkan air mata dalam aksi protes terhadap tudahan Loeb.
Cerita di balik aksi Muskie tak pernah muncul di sejumlah media cetak dan elektronik di seluruh dunia AS. Hanya aksi dramatis yang dibesarkan para penerbit dan televisi. Padahal ada fakta yang lebih dramatis di balik peristiwa itu yang dilihat sebelah mata oleh para wartawan AS, termasuk Broder sendiri.
Kasus Billy Carter, saudara kandung Presiden AS, yang disebut-sebut sebagai “billygate” karena terkait dengan Pemerintah Libia sungguh menyibukkan para wartawan. Persoalannya seolah dibawa pada kasus serupa seperti Watergate, padahal hanya persoalan Billy yang tidak terang-terangan menjadi agen Libia. Broder menjelaskan hampir semua orang di Washington Post mengakui Billygate merupakan suatu kermorostan standar yang selama ini ditetapkan dan dipertahankan surat kabar.
Manajer Editor Washington Post Howard Simons dalam pidatonya pada tahun 1974 di Universitas Montana menjelaskan tindakan pencegahan dalam kisah skandal Watergate. “Ingat, kami sedang berhubungan dengan sumber-sumber yang harus tetap anonim, dengan dua wartawan muda, bila bahan beritanya salah bisa menimbulkan bencana besar bagi Washington Post dan profesi kami (wartawan). Oleh sebab itu, para editor kami menetapkan tiga aturan. Pertama, setiap perangkat fakta yang penting harus berasal dari sekurang-kurangnya dua sumber yang bebas. Ini sebagai akibat atas kelalaian kami mendapatkan fakta hanya dari satu sumber sehingga tak pernah membawa data.
Kedua, kisahnya harus sudah dibaca dan disetujui oleh paling sedikit seorang editor utama sebelum dipublikasikan. Beberapa malam, saya dan Ben Bradlee memutuskan untuk menunda sebuah cerita sampai akhir batas waktu karena kami tidak puas. Ketiga, terbitan Watergate dari terbitan lain harus diverifikasi secara mandiri oleh wartawan kami sebelum  dipublikasikan.”
Broder pun tak lupa menjelaskan tentang kedekatan presiden dengan para jurnalis yang bekerja di Gedung Putih. Kedekatan emosional antara wartawan dengan beberapa presiden sering kali dimaknai sebagai hubungan politis dan hubungan teman baik. Broder menerangkan bagaimana sosok  Presiden Eidenhower dan John F. Kennedy. Hubungan mereka terjalin ketika jumpa pers atau sekadar acara makan malam bersama. Broder juga mengupas tentang jurnalisme pacuan kuda, keberpihakan dan dosa media massa, serta nilai-nilai seorang wartawan. (ok)


0 komentar:

Posting Komentar