Senin, 25 Januari 2016

JURNALISME DATA: Mengenal Data dan Jurnalisme Sains



Seorang dosen Universitas Negeri Semarang (Unes) Vitradesie berdiskusi tentang jurnalisme data dan jurnalisme sains dengan para wartawan Solopos, Jumat, 22 Januari 2016. Banyak hal yang disampaikan Desie, sapaan akrabnya, dalam diskusi bertajuk Jurnalisme Data. (baca: terkait) Desie mengistilahkan big data (data besar) atau data yang berasal dari beragam sumber dan memenuhi karakteristik 4 V (volume, velocity, variety, veracity).
Volume adalah ukuran data dalam bentuk soft copy dengan ukuran kilobyte, megabyte, gigabyte sampai terabyte. Variety merupakan ragam data seperti data Internet, transaksi lewat HP, sosial media, transaksi bisnis, survei, pasar keuangan, dan seterusnya. Velocity adalah kecepatan data bisa diakses atau diperoleh dengan memanfaatkan jaringan teknologi, seperti teknologi komunikasi, jaringan, dan teknologi penyimpanan data. Veracity adalah kebenaran data. Data yang diperoleh harus diuji kebenarannya dan sumbernya secara ilmiah seperti berasal dari lembaga pemerintah dan lembaga riset perguruan tinggi.
Sumber data dapat dibagi menjadi lima, public data seperti data survei dari Badan Pusat Statistik (BPS); privat data seperti data keuangan, transaksi dagang, mobile phone, dan seterusnya; Data Exhaust atau data yang diadakan; community data atau data komunitas seperti Twitter, Facebook; dan Self-Quantification data atau personal action. Data-data tersebut bisa dimanfaatkan para jurnalis untuk menyajikan berita dengan akurat dan baik. Data tersebut bisa dimanfaatkan dalam business intelligence.
Business Intelligence adalah sekumpulan teknik dan alat untuk mentransformasi dari data mentah menjadi informasi yang berguna dan bermakna untuk tujuan analisis bisnis. Teknologi BI dapat menangani data yang tak terstruktur dalam jumlah yang sangat besar untuk membantu mengidentifikasi, mengembangkan, dan selain itu membuat kesempatan strategi bisnis yang baru. Tujuan dari BI yaitu untuk memudahkan interpretasi dari jumlah data yang besar tersebut. Mengidentifikasi kesempatan yang baru dan mengimplementasikan suatu strategi yang efektif berdasarkan wawasan dapat menyediakan bisnis suatu keuntungan pasar yang kompetitif dan stabilitas jangka panjang.
Seorang wartawan juga bisa membuat profil seseorang berdasarkan pengolahan data (big data) tanpa harus wawancara langsung kepada narasumber yang bersangkutan. Lewat data tersebut wartawan bisa mengetahi pendapat, kebiasaan, dan tingkah laku seseorang, misalnya hanya dilihat berdasarkan akun Facebook. Namun teknik ini masih diperdebatan secara etika. Selain itu, data juga bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi tren populasi yang terjadi akhir-akhir ini.
Kelengkapan data bagi wartawan sangat dibutuhkan agar penyajian berita lebih lengkap, kaya data, dan memiliki ruh serta menghindari opini pribadi wartawan. Kelengkapan data inilah yang membedakan antara jurnalis mainstream dan jurnalisme warga. Data harus menjadi keunggulan kompetitif bagi wartawan. Lewat kelengkapan data itu pula seorang wartawan bisa melakukan investigasi dan menggali lebih dalam tentang topik tertentu. Pada akhirnya data menjadi standar baru yang wajib bagi wartawan. Kelengkapan data dalam jurnalistik tidak sekadar memenuhi 5W+1H tetapi bisa ditambah dengan D (5W+1HD).
190 wartawan yang tergabung dalam Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ) menemukan indikasi pungutan pajak gelap untuk para artis dan pejabat di Inggris senilai Rp160 miliar per orang (8 juta pounsterling). Inggris dijuluki sebagai surganya pajak. Mereka menemukan fakta itu berdasarkan data yang mereka temukan. Desie menyebut dalam mengungkap skandal ilegal offshore lintas negara itu, wartawan membutuhkan waktu 15 bulan. Mereka menganalisa 2,5 juta file data dari 65 negara.
Analisa data dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang akurat. Analisis data merupakan proses mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis sekumpulan data untuk mendapatkan informasi dan pola-pola informasi. Informasi yang terpola akan mudah dipahami dan bisa membantu mengidentifikasi persoalan tertentu yang terkandung di dalamnya. Ketika analisis data itu menggunakan kacamata ilmu pengetahuan (sains) tertentu maka hasil analisis itu akan menghasilan pengetahuan (knowledge). Pada tataran yang lebih tinggi pengetahuan yang diperoleh kemudian dipadukan dengan hati nurani akan menghasilkan kebijaksanaan (wisdom).
Jurnalisme Sains
Atas dasar ilmu pengetahuan itu kemudian muncul genre baru dalam ilmu jurnalistik yang disebut dengan Jurnalisme Sains. Genre baru ini dipopulerkan SciDev.net. Jurnalisme Sains adalah jurnalistik yang didasarkan pada ilmu pengetahuan atau riset (yang dilakukan para ahli). Definisi ini masih diperdebatkan apakah berbeda dengan jurnalisme lainnya atau sama hanya topiknya yang berbeda.
Jurnalis yang bekerja berdasarkan data bisa disebut scientist. Data yang disajikan dalam berita bisa lebih cantik bisa disusun berdasarkan urutan terbesar atau terkecil. Data diubah menjadi informasi dan memberi interprestasi berdasarkan hasil riset.

World Federation of Science Journalist (WFSJ) juga mengenalkan jurnalisme sains yang didasarkan pada cara kerja jurnalis berdasarkan ilmu pengetahuan. WFSJ belum mengenalkan jurnalisme sains berdasarkan teknik kerjanya tetapi lebih pada objek jurnalis yang menekankan pada perkembangan ilmu pengetahuan alam dan hubungannya dengan masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar