Aksi Pemilu Damai

Para anggota dan staf Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Solo mengadakan aksi galang tanda tangan untuk mewujudkan pemilu legislatif (Pileg) 2014 yang damai di Hotel Dana, Jl. Slamet Riyadi, Solo, Maret 2014

Pacuan Kuda

Tiga orang remaja memacu kudanya tanpa menggunakan pelana dan pedal dalam lomba pacuan kuda.

David S. Broder

Seorang wartawan Washington Post yang menulis buku berjudul "Berita di Balik Berita" yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan di Jakarta, 1996 lalu.

Roger Mudd

Seorang wartawan senior Amerika Serikat yang malang melintang di dunia jurnalistik sejak tahun 1980-an.

Protes Pendirian Tower

Puluhan warga Mojosongo menggelar aksi unjuk rasa menolak perpanjangan izin operasional tower di Kampung Debegan, Mojosongo, Jebres, Solo, 2013 lalu. Mereka meminta pengelola tower telekomunikasi itu dirobohkan karena izinnya sudah habis.

Kamis, 14 April 2016

Panama Papers dan Jurnalisme Masa Depan


Pengungkapan dokumen Panama Papers disebut-sebut sebagai salah satu jurnalisme masa depan. Dua wartawan Jerman dari Harian Sueddeutsche Zeitung berada di belakang pengungkapan skandal "Panama Papers". Mereka mengaku terkejut atas dampak global dari pembocoran dokumen itu. Keduanya lalu menjanjikan pengungkapan yang lebih sensasional lagi. "Saya tidak pernah membayangkan muncul reaksi seperti itu sampai disiarkan oleh seluruh saluran televisi dan kami menerima permintaan media dari seluruh dunia," kata satu dari dua wartawan itu, Bastian Obermayer, 38, kepada AFP.
Seorang sumber anonim menyebut harian terbesar kedua di Jerman itu menerima 11 juta dokumen milik firma hukum Panama Mossack Fonseca yang mengungkapkan transaksi-transaksi keuangan gelap yang melibatkan banyak orang kaya dan berkuasa di dunia. Harian liberal ini membagi jutaan dokumen bocor itu dengan sebuah konsorsium beranggotakan ratusan wartawan investigatif yang menambang gunungan data selama lebih dari setahun.
Pengungkapan dokumen bocor itu menjatuhkan Perdana Menteri Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson, memaksa mundur seorang pejabat senior UEFA, menerjang Perdana Menteri Inggris David Cameron, dan Presiden Argentina Mauricio Macri. "Kami padahal masih di tengah pembeberan (dokumen-dokumen bocor) itu," kata wartawan satunya lagi, Frederik Obermaier, 32, yang berbicara di kantor pusat surat kabarnya di Muenchen.
"Pada hari-hari mendatang, bakal lebih banyak lagi topik yang menjadi headline besar di banyak negara," kata dia.
Butuh Godam
Dari dokumen-dokumen yang bocor itu, "kami menyaksikan jenis kejahatan yang sama sekali lain. Kami melihat bagaimana kartel-kartel narkoba melakukan pencucian uang, para pedagang senjata terlibat, dan sanksi-sanksi dilanggar. Kkami juga menyaksikan penggelapan pajak," kata Obermayer.
"Andai para politisi sungguh ingin menghentikan ini, mereka harus bertindak sekarang. Kita sungguh memerlukan godam untuk menghancurkan sistem perusahaan offshore," sambung dia seraya menyatakan kebijakan dengan langkah-langkah kecil tidaklah cukup.
Data yang bocor itu memperlihatkan pemerintah-pemerintah berbagai negara mengambil langkah dalam melawan para pengemplang pajak. "Para pengemplang pajak beradaptasi, mereka menemukan cara-cara mengalihkan dan menyembunyikan uang mereka," kata dia.
Koleganya, Frederik Obermaier, berkata lebih tenang, "Saya kira ada banyak hal yang mesti dibahas, namun yang dilakukan pada akhirnya adalah hal yang berbeda."
Kedua wartawan itu mengaku tidak tahu nama narasumber pembocor dokumen. Mereka juga mengaku menerima data perusahaan-perusahaan offshore itu sekitar setahun silam. "Saya tidak tahu apakah dia itu pria atau wanita atau organisasi. Saya tidak tahu identitas orang ini," ujar Obermaier. Namun keduanya mengaku menjadi lebih akrab dengan sang pembocor dokumen.
Demi melindungi narasumber mereka ini, kedua wartawan menolak mengungkapkan apakah si narasumber mengontak mereka kembali atau bagaimana reaksi internasional atas dokumen yang dia bocorkan. Namun kedua wartawan itu memastikan bahwa narasumbernya itu didasari oleh motivasi moral, bahwa si narasumber menginginkan kejahatan-kejahatan itu diungkap luas ke publik. "Narasumber kami jelas telah melihat banyak dari data ini dan menilai harus dipublikasikan," kata Obermaier. Koleganya menandaskan bahwa narasumber mereka menginginkan Mossack Fonseca berhenti beroperasi.
Jurnalisme masa depan
Bastian Obermayer pertama kali dihubungi si narasumber anonim yang menawarkan informasi nan eksplosif itu. Mengenai pilihan narasumber kepada Koran Sueddeutsche, Obermayer berkata, "Kami hanya bisa berspekulasi mengenai alasan mengapa kami yang dihubunginya".
Didirikan di Muenchen setelah Perang Dunia II, Sueddeutsche dipandang sebagai salah satu koran bereputasi tinggi di Jerman, bersama dengan harian konservatif Frankfurter Allgemeine Zeitung, dan nomor dua terbesar dalam hal penjualan setelah Tabloid Bild. Semula menanggapi limpahan dokumen bocor itu dengan skeptis, Obermayer dan kawannya itu kemudian menyadari bahwa dokumen-dokumen awal yang mereka terima adalah dokumen asli.
Setelah itu mereka memutuskan untuk membagi banjir data ini melalui proyek riset besar-besaran bersama para wartawan dari seluruh dunia. "Masa depan jurnalisme terletak pada kerjasama internasional. Kami selalu lebih kuat dengan bekerjasama," kata Obermayer seperti dikutip AFP.
Sumber: Antara/AFP


Rabu, 10 Februari 2016

Tips dan cara menjadi wartawan handal


Tips dan cara menjadi wartawan handal itu cukup mudah kalau mengetahui ilmunya. Bagi kamu yang ingin terjun di dunia jurnalistik tidak perlu harus kuliah di jurusan komunikasi atau publisitik tetapi cukup dengan memahami ritme kerja dan teknik kerja di bidang jurnalistik. Banyak wartawan yang sukses dan meraih penghargaan ternyata bukan alumni komunikasi atau publisitik. Latar belakang pendidikan mereka macam-macam, bahkan ada yang jebolan ilmu statistik.
Bagaimana ritme kerjanya?
Seorang wartawan dituntut bisa menangkap berbagai informasi dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Tidak cukup hanya bisa menulis tetapi juga bisa mencari informasi apa saja yang layak dikabarkan ke publik serta menyesuaikan batasan waktu (deadline). Ritme kerja wartawan tidak mengenal waktu karena harus siap (stand by) selama 24 jam per hari. Kapan pun ada peristiwa, wartawan harus langsung datang ke lokasi. Berikut aktivitas yang dilakukan wartawan setiap harinya
1.       Menyiapkan tema yang akan dicari atau ditulis esok hari.
2.       Mencari bahan terkait tema yang akan ditulis sebagai referensi.
3.       Membuat janjian dengan narasumber atau berencana mencegat narasumber pada suatu waktu/kegiatan tertentu.
4.       Mengembangkan jaringan dengan narasumber mana pun setiap hari, misalnya dengan kepolisian, unit penanggulangan bencana alam, dan instansi lainnya.
5.       Himpun narasumber sebanyak-banyaknya dengan menyimpan nomor telepon, HP, WA, pin BBM, sampai alamat email.
6.       Jangan sekali-kali menerima amplop karena hal itu akan merendahkan martabat dan kredibilitas wartawan.

Bagaimana teknik kerjanya?
Teknik kerja wartawan pada dasarnya terbagi menjadi dua kegiatan, yakni reportase dan penulisan. Reportase merupakan proses menghimpun data baik lisan atau tertulis dan mengumpulkan fakta visual, hasil survei, dan wawancara kemudian diolah dan disusun secara sistematis dengan pendekatan 5W+1H . Sementara teknis penulisan merupakan penyajian data dan fakta secara sistematis dengan rumus piramida terbalik dan pendekatan 5W+1H dalam bentuk tulisan.
Bagi calon wartawan cukup tidak bisa langsung bisa mengikuti teknik kerja wartawan itu. Sejumlah perusahaan penerbitan maintream biasanya memberlakukan program magang bagi para mahasiswa yang ingin belajar teknik menjadi wartawan. Kemudian perusahaan juga membuka training bagi calon wartawan untuk beraktualisasi dengan seleksi alam untuk menjadi wartawan. Biasanya perusahaan penerbitan membutuhkan waktu setahun untuk mengetahui kualifikasi wartawan yang dibutuhkan. Bagi calon wartawan yang tidak memenuhi kualifikasi bisa diputus hubungan kerja sewaktu-waktu.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat guys. Selamat mencoba ya.... (ok)



Senin, 25 Januari 2016

JURNALISME DATA: Mengenal Data dan Jurnalisme Sains



Seorang dosen Universitas Negeri Semarang (Unes) Vitradesie berdiskusi tentang jurnalisme data dan jurnalisme sains dengan para wartawan Solopos, Jumat, 22 Januari 2016. Banyak hal yang disampaikan Desie, sapaan akrabnya, dalam diskusi bertajuk Jurnalisme Data. (baca: terkait) Desie mengistilahkan big data (data besar) atau data yang berasal dari beragam sumber dan memenuhi karakteristik 4 V (volume, velocity, variety, veracity).
Volume adalah ukuran data dalam bentuk soft copy dengan ukuran kilobyte, megabyte, gigabyte sampai terabyte. Variety merupakan ragam data seperti data Internet, transaksi lewat HP, sosial media, transaksi bisnis, survei, pasar keuangan, dan seterusnya. Velocity adalah kecepatan data bisa diakses atau diperoleh dengan memanfaatkan jaringan teknologi, seperti teknologi komunikasi, jaringan, dan teknologi penyimpanan data. Veracity adalah kebenaran data. Data yang diperoleh harus diuji kebenarannya dan sumbernya secara ilmiah seperti berasal dari lembaga pemerintah dan lembaga riset perguruan tinggi.
Sumber data dapat dibagi menjadi lima, public data seperti data survei dari Badan Pusat Statistik (BPS); privat data seperti data keuangan, transaksi dagang, mobile phone, dan seterusnya; Data Exhaust atau data yang diadakan; community data atau data komunitas seperti Twitter, Facebook; dan Self-Quantification data atau personal action. Data-data tersebut bisa dimanfaatkan para jurnalis untuk menyajikan berita dengan akurat dan baik. Data tersebut bisa dimanfaatkan dalam business intelligence.
Business Intelligence adalah sekumpulan teknik dan alat untuk mentransformasi dari data mentah menjadi informasi yang berguna dan bermakna untuk tujuan analisis bisnis. Teknologi BI dapat menangani data yang tak terstruktur dalam jumlah yang sangat besar untuk membantu mengidentifikasi, mengembangkan, dan selain itu membuat kesempatan strategi bisnis yang baru. Tujuan dari BI yaitu untuk memudahkan interpretasi dari jumlah data yang besar tersebut. Mengidentifikasi kesempatan yang baru dan mengimplementasikan suatu strategi yang efektif berdasarkan wawasan dapat menyediakan bisnis suatu keuntungan pasar yang kompetitif dan stabilitas jangka panjang.
Seorang wartawan juga bisa membuat profil seseorang berdasarkan pengolahan data (big data) tanpa harus wawancara langsung kepada narasumber yang bersangkutan. Lewat data tersebut wartawan bisa mengetahi pendapat, kebiasaan, dan tingkah laku seseorang, misalnya hanya dilihat berdasarkan akun Facebook. Namun teknik ini masih diperdebatan secara etika. Selain itu, data juga bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi tren populasi yang terjadi akhir-akhir ini.
Kelengkapan data bagi wartawan sangat dibutuhkan agar penyajian berita lebih lengkap, kaya data, dan memiliki ruh serta menghindari opini pribadi wartawan. Kelengkapan data inilah yang membedakan antara jurnalis mainstream dan jurnalisme warga. Data harus menjadi keunggulan kompetitif bagi wartawan. Lewat kelengkapan data itu pula seorang wartawan bisa melakukan investigasi dan menggali lebih dalam tentang topik tertentu. Pada akhirnya data menjadi standar baru yang wajib bagi wartawan. Kelengkapan data dalam jurnalistik tidak sekadar memenuhi 5W+1H tetapi bisa ditambah dengan D (5W+1HD).
190 wartawan yang tergabung dalam Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ) menemukan indikasi pungutan pajak gelap untuk para artis dan pejabat di Inggris senilai Rp160 miliar per orang (8 juta pounsterling). Inggris dijuluki sebagai surganya pajak. Mereka menemukan fakta itu berdasarkan data yang mereka temukan. Desie menyebut dalam mengungkap skandal ilegal offshore lintas negara itu, wartawan membutuhkan waktu 15 bulan. Mereka menganalisa 2,5 juta file data dari 65 negara.
Analisa data dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang akurat. Analisis data merupakan proses mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis sekumpulan data untuk mendapatkan informasi dan pola-pola informasi. Informasi yang terpola akan mudah dipahami dan bisa membantu mengidentifikasi persoalan tertentu yang terkandung di dalamnya. Ketika analisis data itu menggunakan kacamata ilmu pengetahuan (sains) tertentu maka hasil analisis itu akan menghasilan pengetahuan (knowledge). Pada tataran yang lebih tinggi pengetahuan yang diperoleh kemudian dipadukan dengan hati nurani akan menghasilkan kebijaksanaan (wisdom).
Jurnalisme Sains
Atas dasar ilmu pengetahuan itu kemudian muncul genre baru dalam ilmu jurnalistik yang disebut dengan Jurnalisme Sains. Genre baru ini dipopulerkan SciDev.net. Jurnalisme Sains adalah jurnalistik yang didasarkan pada ilmu pengetahuan atau riset (yang dilakukan para ahli). Definisi ini masih diperdebatkan apakah berbeda dengan jurnalisme lainnya atau sama hanya topiknya yang berbeda.
Jurnalis yang bekerja berdasarkan data bisa disebut scientist. Data yang disajikan dalam berita bisa lebih cantik bisa disusun berdasarkan urutan terbesar atau terkecil. Data diubah menjadi informasi dan memberi interprestasi berdasarkan hasil riset.

World Federation of Science Journalist (WFSJ) juga mengenalkan jurnalisme sains yang didasarkan pada cara kerja jurnalis berdasarkan ilmu pengetahuan. WFSJ belum mengenalkan jurnalisme sains berdasarkan teknik kerjanya tetapi lebih pada objek jurnalis yang menekankan pada perkembangan ilmu pengetahuan alam dan hubungannya dengan masyarakat.

Minggu, 18 Januari 2015

Area Parkir Masjid Agung Jadi Rebutan Pedagang Pasar Klewer


Tri Rahayu
Mangkuk berisi kuah bakso segera diletakkan Sriyatun, 42, di trotoar begitu melihat mobil berpelat merah parkir di Alun-alun Utara (Alut) Keraton Surakarta Hadiningrat. Karyawan Kios Mariza itu buru-buru mengusap mulutnya. Dengan senyum sopan, Sriyantun menyapa Wakil Ketua DPRD Solo, Umar Hasyim, yang ingin mengetahui kondisi pedagang Pasar Klewer, Selasa (13/1) siang.
Mangga, Pak!” sapa Atun, sapaan akrabnya. Dia duduk di kursi plastik bersama Datiyah, 43, rekan kerjanya. Di belakangnya terdapat mobil hitam berisi dagangan. Mereka karyawan yang bekerja di kios CC 62, 93, 102 Pasar Klewer milik pedagang asal Wedi, Klaten, Hj. Sriyani. “Maaf, yang punya kios tidak di sini. Kami hanya karyawannya,” kata Atun.
Atun dan Datiyah tak biasa parkir di Alut. Setiap hari lokasi berjualan mereka pindah-pindah. Selain di Alut, mereka sering mangkal di area parkir sisi utara depan Masjid Agung. Mereka kerepotan mencari tempat parkir yang strategis untuk menjajakan dagangan. Mereka terpaksa jemput bola mencari pelanggan secara bergantian agar barang dagangan majikan mereka laku.
“Kalau mau parkir di depan masjid harus antre sejak pukul 21.00 WIB. Kami pernah masuk pukul 3.30 WIB dinihari. Area parkir itu sudah penuh. Untuk masuk ke sana [area parkir] harus sik-sikan [adu cepat]. Mobil-mobil di sana sudah dijaga sopir atau penjaga lainnya hingga tiba pagi,” ujar Atun.
Juragan Atun juga menyewa kios di Pusat Grosir Solo (PGS). Kios di pasar itu digunakan untuk gudang. Para pelanggannya enggan datang ke PGS. “Pelanggan di sekitar Alut saja kadang tidak mau mendekat. Apalagi di PGS. Kami harus mengejar para pelanggan dengan membawa nota kosong. Kalau enggak begitu ya tidak laku,” ujar dia.
Para pedagang ditarik retribusi parkir Rp20.000/hari per mobil. Tarif parkir itu berlaku di Alut dan area parkir depan Masjid Agung. Padahal tarif parkir sebelum musibah kebakaran Pasar Klewer hanya Rp5.000/hari per mobil.
Area parkir depan masjid paling diminati pedagang. Mereka berebut tempat sejak pukul 22.00 WIB. Puluhan pedagang bermobil berjejal di tempat itu. Jarak antarmobil cukup sempit, tidak bisa untuk bersimpangan dua orang. Hujan yang menguyur Solo membuat banyak genangan air. Mereka hanya berteduh di bawah payung atau tenda kecil saat hujan. “Kalau hujan ya kehujanan. Kalau panas ya kepanasan,” keluh Endah, pemilik kios L-5 Pasar Klewer.
Para pedagang di lokasi itu harus mengeluarkan tambahan retribusi Rp2.000/ hari untuk petugas kebersihan. Pedagang masih merogoh kocek mereka lagi untuk tip penjaga keamanan mobil pedagang yang parkir sejak pukul 22.00 WIB. Tip itu disesuaikan dengan lokasi parkirnya. Semakin dekat ke jalan, nilai tipnya semakin besar.
“Nilai tipnya bervariasi, tergatung kerelaan pedagang. Tip keamanan itu minimal Rp10.000/malam. Kami biasa antre sejak pukul 21.00 WIB. Yang penting mobil bisa masuk dulu. Kemudian ditinggal pulang. Baru datang lagi pada waktu Subuh,” kata Adi, pemilik kios CC-50 Pasar Klewer.
Banyak pedagang seperti Adi di lokasi parkir itu. Mereka mengeluh dengan pengelolaan parkir. Mereka iri dengan pengelola parkir di lokasi sisi selatan. Sebanyak 90-an pedagang yang jualan di area parkir selatan depan Masjid Agung. Jumlah dan pedagangnya tetap, tidak pernah berubah. Tarif parkirnya hanya lebih mahal Rp6.000/hari per mobil.
“Saya dulu mau masuk ke tempat parkir selatan, tapi tidak boleh. Pedagang di sana sudah mendapat nomor tetap. Kalau di sini [area parkir utara] tidak tetap. Kadang pedagang luar kota masuk juga di parkir ini. Kami tak berani menegur. Yang penting bisa berjualan,” ucap Andre, pemilik kios BB 36 Pasar Klewer.
Andre menginginkan pengelolaan parkir sisi utara diorganisasi seperti sisi selatan. Dia merasa berusaha sendiri. Himpunan pedagang dianggap Andre belum sepenuhnya bisa mengatur pedagang di area parkir utara.
Wakil Ketua DPRD Solo, Umar Hasyim, heran dengan pengelolaan tempat parkir yang berbeda. Umar tak bisa berbuat banyak. Dia berharap pengelolaan tempat parkir bisa fair dan tidak perlu ada pembatasan pedagang tertentu. “Lokasi yang terbatas dengan jumlah pedagang yang banyak membuat banyak pedagang iri. Siapa cepat mereka yang dapat, itu lebih fair. Saya kira biarkan berjalan alami saja,” tutur dia.
Dia menyarankan para pedagang bersabar menunggu proses pembangunan pasar sementara. Umar meminta pedagang percaya kepada Pemkot Solo yang berusaha maksimal mempercepat pembangunan pasar sementara, sekaligus segera membuka kios Pasar Klewer timur. “Besok [hari ini], kami akan ke Jakarta untuk konsultasi terkait aturan dalam penggunaan APBD dalam kondisi darurat. Semoga masalah pedagang bisa cepat selesai,” harapnya.




Minggu, 14 Desember 2014

Jurnalisme Sastrawi: Sebuah Pemahaman Awal



Sabtu, 13 Desember 2014, saya dan sejumlah wartawan Solopos dan Harian Jogja berdiskusi tentang Jurnalisme Sastrawi dengan wartawan senior Suara Merdeka, TriyantoTriwikromo. Pria kelahiran Salatiga, 15 Desember 1964 tersebut juga dikenal sebagai sastrawan Indonesia. Anggota staf pengajar Fakultas Sastra Universitas Diponegoro (Undip) itu sudah menghasilkan banyak karya sastra.
Dalam kuliah singkat itu, para wartawan diajak menikmati sebuah video berdurasi 23 menit. Gambar bergerak itu berkisah tentang sosok buruh pemecah batu yang memiliki empat orang anak. Nur, demikian nama ibu single parent yang berjuang hidup demi masa depan anak-anaknya.
Karakter Nur bukanlah sekadar buruh pemecah batu. Ia juga menjajakan tubuhnya di Gunung Bolo, sebuah kompleks kuburan Tionghoa yang terletak di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Setiap malam, Nur harus menempuh perjalanan ke kompleks prostitusi itu dengan naik bus dan kembali pukul 24.00 WIB dengan naik ojek. Penghasilan menjadi pekerja seks komersial cukup minim. Ia hanya mendapatkan uang bersih Rp28.000/malam.
Semua itu dilakukan setiap hari. Penghasilan dari buruh pemecah batu tak cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Hasil pemecah batu baru bisa dinikmati setiap bulan sekali, ketika ada orang yang membelinya. Pekerjaan sebulan itu hanya bisa menghasilan Rp340.000. Potret Nur bukanlah sekadar PSK yang dipandang negatif sebagian masyarakat, tetapi juga seorang ibu yang mendambakan masa depan anak-anaknya. Ia tidak ingin pekerjaan kotor itu diketahui anak-anaknya.
Ada beberapa wartawan yang meneteskan air mata setelah melihat film itu. Ada yang mengungkapkan ingin menangis seusai melihat tayangan itu. Dari kisah itulah, Triyanto membuka diskusi. Dia ingin menunjukkan realitas dunia dengan video singkat itu. Video itulah gambaran Jurnalisme Sastrawi. “Kisah Nur itu bila ditulis akan memiliki kekuatan luar biasa. Kisahnya bisa mengacak-acak perasaan pembaca,” kata Triyanto.
Secara teoretis, Jurnalisme Sastrawi masih menggunakan rumus 5W1H. Cuma rumus konvensional itu direpresentasikan pada makna kedua. Who jadi karakter/penokohan, What artinya plot/alur, When adalah kronologi, Where menjadi setting, Why menjadi motif, dan How menjadi narasi. Selama ini pembaca seolah dipaksa untuk patuh pada keputusan wartawan. Pembaca hanya disuguhi informasi yang flat dan tidak memberi unsur manusia dalam informasi karena 5W1H masih bersifat konvensional.
Prinsipnya Jurnalisme Sastrawi itu hanya meminjam unsur-unsur sastra dalam karya jurnalisme. Untuk mengukur sebuah karya itu fiksi atau karya jurnalisme, maka digunakan tujuh (7) elemen yang dirumuskan Robert Vare, yakni (1) Fakta, (2) Konflik, (3) Karakter, (4) Akses, (5) Emosi, (6) Perjalanan Waktu, dan (7) Unsur Kebaruan.

Triyanto memberi catatan penting yang menjadi perhatian wartawan dalam membuat Jurnalisme Sastrawi. Pertama, wartawan jangan menggunakan bahasa mendayu-dayu, puitis. Kedua, wartawan harus kritis dengan diri sendiri dan skeptis terhadap fakta yang terjadi. Ketiga, gunakanlah bahasa sehari-hari. Keempat, wartawan tidak boleh berasumsi, membuat tafsir sendiri, dan menjustifikasi sebuah fakta karena karya jurnalistik sebenarnya sebuah forum publik.

Senin, 08 Desember 2014

KOMPENSASI BBM: Pemegang Jamkesmas Pulang Dengan Tangan Hampa

 

Tri Rahayu
Terik matahari yang cukup menyengat tak menyurutkan usaha warga berbondong-bondong datang ke Kantor Pos Besar Gladag, Solo, Sabtu (22/11) siang. Seorang nenek-nenek pun terpaksa menunggu di becak yang diparkir di depan pintu masuk kantor pos yang terletak di Jl. Jenderal Sudirman itu. Perempuan jompo itu harus ikut ke kantor pos untuk mengambil sendiri jatah kompensasi bahan bakar minyak (BBM) senilai Rp400.000 rumah tangga sasaran (RTS) itu.
Ruang depan loket pelayanan kantor pos sudah dipadati ratusan warga. Hari itu, para petugas kantor pos harus melayani pembayaran Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) bagi 1.190 RTS dari RW 006 hingga RW 023 Kelurahan Semanggi. Warga duduk berjajar sesuai antrean. Pelayanan pembayaran dana PSKS itu dipisahkan dengan pelayanan surat menyurat.
Situasinya agak berbeda di sudut timur laut ruang yang menghadap ke selatan itu. Tampak seorang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Pasar Kliwon, Asmuni, sibuk meladeni puluhan warga yang antre mengadu. Aduan yang diterima Asmuni membeludak yang didominasi aduan kehilangan Kartu Perlindungan Sosial (KPS).
Di sela-sela pelayanan aduan itu, ada seorang perempuan separuh baya menyela bertanya. M. Primaningsih, demikian nama janda beranak dua itu. Ningsih, sapaan akrabnya, mengeluh kepada TKSK karena tidak menerima KPS pada tahun ini. Ia datang dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (jamkesmas) warna biru muda yang berukuran sama dengan KTP.
“Tahun lalu, saya dapat BLM [bantuan langsung masyarakat], tapi kenapa tahun ini saya tidak dapat? Saya ini janda yang bekerja sebagai buruh pengrajin kok dengan upah tak pasti. Saya kan punya jamkesmas. Ya, lucu, saya malah tidak dapat kartu kuning itu [KPS]. Kartu jamkesmas ini yang saya gunakan untuk mengambil BLM,” keluh warga asal RT 002/RW 016 Semanggi, Pasar Kliwon itu.
Ia hanya bisa pasrah dan rela pulang dengan tangan hampa karena tidak bisa membuktikan namanya masuk dalam database penerima PSKS. Ia kecewa dengan kebijakan pemerintah atas tindakan tidak adil yang diberikan kepadanya. Ia yang merasa sebagai warga miskin ternyata tidak mendapat perlakukan yang sama seperti warga miskin lainnya.
Asmuni tak bisa berbuat banyak. Ia memilih angkat tangan atas keluhan Ningsih. Asmuni hanya melayani warga yang benar-benar bisa menunjukkan KPS asli. Para warga yang mengaku kehilangan KPS pun hanya dilayani dengan memberi rekomendasi, tetapi tidak berani menjamin bisa mencairkan dana PSKS itu.
Beberapa menit berlalu. Tiba-tiba hadir seorang lelaki bertubuh agak pendek dan kurus. Parlan Budiono, 40, demikian nama warga RT 002/RW 023 Semanggi, yang juga datang mengadu ke TKSK Pasar Kliwon. Pedagang mi ayam itu berkisah tentang proses pembagian KPS dari kantor pos beberapa waktu lalu.
“Begini Pak. Beberapa waktu lalu ada petugas kantor pos mencari nama Parlan selama dua hari tidak ketemu karena warga tidak mengetahuinya. Warga, termasuk Pak RT baru tahu kalau nama Parlan yang dicari itu adalah saya. Pak RT dan sejumlah warga meminta saya untuk memohon KPS itu ke kantor pos,” kisah dia.
Parlan menyatakan sebenarnya pihaknya berhak atas KPS berdasarkan informasi dari warga dan ketua RT setempat. Atas dasar itu, Parlan meminta bantuan kepada TKSK untuk mengecek namanya pada database di kantor pos.
“Saya yakin nama saya ada di data itu. Tolong ya Pak! Soalnya ada tetangga yang punya rumah bertingkat dan mobil ternyata masih dapat bantuan siswa miskin. Sedangkan anak saya yang hanya anak pedagang mi ayam keliling tidak dapat bantuan itu” ucap Parlan.
Lagi-lagi, Asmuni tak bisa menjanjikan apa-apa. Ia hanya bisa mencatat nama Parlan dalam buku rekapitulasi aduan PSKS yang nantinya menjadi bahan koodinasi dengan kantor pos.

Kisah Pemulung Tua

Nenek-nenek memungut kertas koran bekas di Pamedan Pura Mangkunegaran Solo seusai Salat Iduladha 2014 lalu. Koran-koran bekas itu dikumpulah selama sebulan, kemudian dijual dengan harga Rp1.000/kg. Pamedan Mangkunegaran menjadi tempat langganan bagi pemulungg tua asal Mojosongo, Solo itu. Biasanya, ia mencari bungkus plastik atau kertas dari bak sampah satu ke bak sampah lainnya pada malam hari. Derita katarak pada salah satu matanya membuat nenek bercucu satu itu harus bekerja di malam hari.