Tri
Rahayu
Terik matahari yang cukup menyengat tak
menyurutkan usaha warga berbondong-bondong datang ke Kantor Pos Besar Gladag,
Solo, Sabtu (22/11) siang. Seorang nenek-nenek pun terpaksa menunggu di becak
yang diparkir di depan pintu masuk kantor pos yang terletak di Jl. Jenderal
Sudirman itu. Perempuan jompo itu harus ikut ke kantor pos untuk mengambil
sendiri jatah kompensasi bahan bakar minyak (BBM) senilai Rp400.000 rumah
tangga sasaran (RTS) itu.
Ruang depan loket pelayanan kantor pos sudah
dipadati ratusan warga. Hari itu, para petugas kantor pos harus melayani pembayaran
Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) bagi 1.190 RTS dari RW 006 hingga RW
023 Kelurahan Semanggi. Warga duduk berjajar sesuai antrean. Pelayanan
pembayaran dana PSKS itu dipisahkan dengan pelayanan surat menyurat.
Situasinya agak berbeda di sudut timur laut
ruang yang menghadap ke selatan itu. Tampak seorang Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK) Pasar Kliwon, Asmuni, sibuk meladeni puluhan warga yang antre
mengadu. Aduan yang diterima Asmuni membeludak yang didominasi aduan kehilangan
Kartu Perlindungan Sosial (KPS).
Di sela-sela pelayanan aduan itu, ada seorang
perempuan separuh baya menyela bertanya. M. Primaningsih, demikian nama janda
beranak dua itu. Ningsih, sapaan akrabnya, mengeluh kepada TKSK karena tidak
menerima KPS pada tahun ini. Ia datang dengan menunjukkan kartu tanda penduduk
(KTP) dan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (jamkesmas) warna biru muda yang
berukuran sama dengan KTP.
“Tahun lalu, saya dapat BLM [bantuan langsung
masyarakat], tapi kenapa tahun ini saya tidak dapat? Saya ini janda yang
bekerja sebagai buruh pengrajin kok dengan upah tak pasti. Saya kan punya
jamkesmas. Ya, lucu, saya malah tidak dapat kartu kuning itu [KPS]. Kartu
jamkesmas ini yang saya gunakan untuk mengambil BLM,” keluh warga asal RT
002/RW 016 Semanggi, Pasar Kliwon itu.
Ia hanya bisa pasrah dan rela pulang dengan tangan
hampa karena tidak bisa membuktikan namanya masuk dalam database penerima PSKS. Ia kecewa dengan kebijakan pemerintah atas
tindakan tidak adil yang diberikan kepadanya. Ia yang merasa sebagai warga
miskin ternyata tidak mendapat perlakukan yang sama seperti warga miskin
lainnya.
Asmuni tak bisa berbuat banyak. Ia memilih
angkat tangan atas keluhan Ningsih. Asmuni hanya melayani warga yang
benar-benar bisa menunjukkan KPS asli. Para warga yang mengaku kehilangan KPS
pun hanya dilayani dengan memberi rekomendasi, tetapi tidak berani menjamin
bisa mencairkan dana PSKS itu.
Beberapa menit berlalu. Tiba-tiba hadir seorang
lelaki bertubuh agak pendek dan kurus. Parlan Budiono, 40, demikian nama warga
RT 002/RW 023 Semanggi, yang juga datang mengadu ke TKSK Pasar Kliwon. Pedagang
mi ayam itu berkisah tentang proses pembagian KPS dari kantor pos beberapa
waktu lalu.
“Begini Pak. Beberapa waktu lalu ada petugas
kantor pos mencari nama Parlan selama dua hari tidak ketemu karena warga tidak
mengetahuinya. Warga, termasuk Pak RT baru tahu kalau nama Parlan yang dicari
itu adalah saya. Pak RT dan sejumlah warga meminta saya untuk memohon KPS itu
ke kantor pos,” kisah dia.
Parlan menyatakan sebenarnya pihaknya berhak
atas KPS berdasarkan informasi dari warga dan ketua RT setempat. Atas dasar
itu, Parlan meminta bantuan kepada TKSK untuk mengecek namanya pada database di kantor pos.
“Saya yakin nama saya ada di data itu. Tolong
ya Pak! Soalnya ada tetangga yang punya rumah bertingkat dan mobil ternyata
masih dapat bantuan siswa miskin. Sedangkan anak saya yang hanya anak pedagang
mi ayam keliling tidak dapat bantuan itu” ucap Parlan.
Lagi-lagi, Asmuni tak bisa menjanjikan
apa-apa. Ia hanya bisa mencatat nama Parlan dalam buku rekapitulasi aduan PSKS
yang nantinya menjadi bahan koodinasi dengan kantor pos.